Menjadi Guru "WOW"

Guru, digugu dan ditiru. Kedua kata tesebut sudah cukup untuk mewakili akan peran dan fungsi guru, baik di lembaga pendidikan maupun di tengah-tengah masyarakat. Namun pertanyaannya guru yang bagaimana yang patut digugu dan ditiru. Regulasi yang ditetapkan pemerintah dalam mengatur segala hal tentang profesi guru diwujudakan dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen serta PP No. 74 Tahun 2008 tentang guru. Selain dua hal tersebut juga ada yang namanya kode etik guru guna mejaga guru agar bekerja sesuai dengan peraturan yang ada.
Namun pada pembahasan kali ini, saya akan menanggalkan peraturan-peraturan sebagaimana yang saya sebutkan di atas dalam menganalisis kriteria guru “wow” karena teman-teman pasti sudah tahu kriteria bagaimana dan kualifikasinya apa saja serta kompetensi apa saja yang harus dimiliki untuk menjadi guru yang baik. Tetapi bukan berarti saya menafikkan peraturan-peraturan tersebut, hanya saja pada coretan saya kali ini tentang guru ”wow” tidak membahasnya dari peratura-peraturan tersebut.
Pertama kita satukan dulu pemikiran kita akan makna guru “wow”. Alasan saya kenapa memakai kata “wow” karena saat ini kata tersebut lagi tren-trennya digunakan oleh masyarakat terutama kalangan remaja sehingga diharapkan banyak yang tertarik untuk membaca coretan saya ini...hehehe (ngarep). Kata “wow” biasanya digunakan untuk mengekspresikan sesuatu yang membuat orang takjub, bangga, dan kagum. Maka jika kita sandingkan kata “wow” dengan kata “guru” maka itu artinya guru tersebut adalah guru yang membanggakan, menakjubkan dan mengagumkan. Lalu guru seperti apa yang membanggakan, menakjubkan dan mengagumkan? Jawaban dari pertanyaan itulah yang akan saya coba analisis dan mudah-mudahan saja dapat memberi masukan buat teman-teman yang ngebet ingin jadi guru.
Kalau kita bertanya siapa guru yang paling paling dan paling “wow” sedunia akhirat dan sepanjang sejarah manusia dari mulai manusia pertama Nabiyullah Adam as ampai manusia terakhir yang hidup di muka bumi, maka jawabannya adalah siapa lagi kalau bukan junjungan kita Nabi Muhammad saw. Kenapa harus Nabi Muhammad saw yang jadi guru paling paling dan paling “wow” sedunia akhirat? Kita semua tahu bagaimana keadaan kaum sebelum beliau diutus menjadi rasul. Kaum yang penuh dengan kebiadaban moral dan akhlak, tidak ada yang mengenal Allah, mereka hanya tahu latta, uzza, manna dan berhala-berhala lain yang patut mereka sembah. Nasib wanita pada saat itu sunguh-sunguh sangat mengenaskan, wanita hanya dijadikan pelampiasan nafsu para lelaki, seringkali wanita dijadikan barang taruhan dalam perjudian, bahkan yang tak kalah kejamnya adalah jika seorang ibu melahirkan anak perempuan maka bayi malang tersebut akan dikubur hidup-hidup karena melahirkan anak perempuan dianggapnya sebagai aib. Belum lagi kebodohan-kebodohan lain yang menjadi kebiasaan kaum pada zaman jahiliyah tersebut. Namun setelah diangkatnya Sang Penerang dunia akhirat Sayyidina Muhammad saw menjadi rasul, beliau berhasil menjadikan keadaan kaum yang dulunya begitu suram tersebut berbalik 1800 penuh menjadi kaum yang beradab, berakhlak tinggi, penyembah Allah yang setia dan begitu juga nasib wanita yang terangkat derajatnya. Belum lagi jika dilihat dari metode yang beliau terapkan dalam membina umat dan juga risalahnya yang tidak hanya berlaku pada saat beliau hidup saja, namun berlaku dan sesuai dengan perkembangan zaman sampai hari akhir dan berlaku untuk seluruh umat manusia. Maka sangatlah tepat jika Michael H. Hart  menempatkan Nabi Muhammad saw pada urutan pertama dari daftar 100 tokoh pualing berpengarug sepanjang sejarah hidup manusia. Bagaimana, sudah sepakat kan kalau Nabi Muhammad saw adalah guru umat manusia paling paling dan paling “wow” sedunia akhirat? Maka sudah seharusnya kita (bagi yang ngebet jadi guru) untuk mempelajari dan menerapkan gaya Rasulullah dalam mendidik, membimbing dan membina umat.
Kunci pertama kesuksesan Rasulullah saw dalam membina umat adalah dengan keteladanan. Beliau merupakan sumber dari segala keteladanan. Tiada satupun dalam sejarah hidupnya yang tidak bisa diteladani. Salah satu keteladanan yang dicontohkan beliau yakni saat beliau mencari ranting batang siwak bersama seorang sahabat, ketika menemukannya kemudia beliau menjadikan batang siwak tersebut menjadi 2, batang yang satu lurus namun batang yang satunya lagi bengkok. Kemudian beliau memberikan batang siwak yang lurus kepada sahabatnya, lalu sahabat berkata “Ya Rasul, batang yang lurus buat Rasul”. Apa jawab Rasul? Rasul menjawab “Tidak ya sahabat, batang yang lurus buat kamu sebab nanti di akhirat kelak akan ditanyakan sudahkah kamu berbuat baik kepada sahabatmu?”. Dalam hal kecil seperti itu saja beliau sangat hati-hati dalam mengajarkan kepada para muridnya agar para muridnya benar-benar menghayati dan action susai yang dicontohkan. Model mengajar dengan keteladanan Rasulullah saw sangat diapresiatif sekali oleh semua umat manusia. Bahkan lawan-lawan beliau dalam dakwahpun mengakui keteladanannya. Model pengajaran Rasulullah saw sangat sukses membuka tabir-tabir keilmuan sehingga dapat menciptakan manusia super pintar seperti sahabat Ali ra.
Gaya mengajar Rasulullah saw yang biasa kita sebut dengan nama dakwah bil hal atau dakwah dengan perbuatan menjadi kunci kedua kesuksesan beliau dalam membangun umat yang berberadaban. Ketika Sayyidatul Fatimah ditanya seseorang, ”Ya Fatimah, bagaimana akhlak Rasulullah?” Fatimah menjawab,”Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an”. Segala isi yang ada dalam Al-Qur’an telah dicontohkan atau dilakukan oleh Rasulullah saw maka dari itu Rasulullah disebut sebagai Al-Qur’an berjalan. Dalam mendidik Rasulullah tidak berkutit hanya dengan teori, namun juga langsung dipraktekan.
Gaya mengajar Rasulullah saw yang lain adalah tidak terburu-buru dalam menyampaikan materi ajaran. Beliau memberikan pelajaran secara bertahap-tahap, mulai dari hal yang paling mudah sampai ke hal yang paling sulit. Kita tentunya masih ingat bagaimana Rasulullah saw secara bertahap dalam mengharamkan minuman keras. Pada proses awal beliau tidak langsung secara tegas mengharamkan minuman keras namun hanya melarang para sahabat yang sedang dalam keadaan minum minuman keras untuk mendekati masjid dan melaksanakan sholat. Setelah itu beliau memberikan batasan-batasan lagi sampai empat kali. Khusus yang terakhir dimana keadaan sahabat sudah siap menerima secara tegas keharaman minuman keras karena keimanan dan ketakwaannya yang sudah begitu tinggi, maka Rasulullah secara tegas mengharamkan minuman keras beserta semua orang yang terlibat di dalamnya mulai dari produksi, distribusi, yang mendagangkan, menghidangkan, sampai yang meminumnya. Hal serupa beliau terapkan juga dalam riba. Metode secara bertahap dalam menyampaikan pembelajaran perlu kita terapkan dalam pendidikan agar semua peserta didik mampu menyerap semua yang disajikan oleh guru sesuai dengan perkembangan dirinya.
Dalam menyikapi kesalahan yang dilakukan oleh muridnya, beliau tidak menghadapinya dengan kemarahan apalagi cacian, beliau juga tidak memandang bentuk kesalah yang dilakukan muridnya. Namun yang beliau lakukan dalam menyikapi kesalah yang dilakukan muridnya adalah dengan mencari tahu penyebab muridnya melakukan kesalahan yang kemudian diberikan solusinya untuk memperbaiki diri dari kesalahannya itu. Dengan sikap bijak seperti itu tidak akan membuat murid yang sudah melakukan kesalahan mendapatkan tekanan batin yang akhirnya dirinya merasa dikucilkan. Bijaknya Rasulullah dalam menghadapi kesalahan dari muridnya, salah satu contohnya yaitu kejadian dimana seorang lelaki yang datang menghadap beliau kemudian lelaki tersbut berkata,” “Wahai Rasulullah, aku telah binasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apa yang membinasakanmu?” Orang itu menjawab: “Aku telah menggauli (berjima’-pen) istriku di siang Ramadhan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menyatakan: “Mampukah engkau untuk memerdekakan budak?” Ia menjawab: “Tidak.” Kemudian kata beliau: “Mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” Ia menjawab: “Tidak.” Kemudian kata beliau: “Mampukah engkau memberi makan enampuluh orang miskin?” Ia menjawab: “Tidak.” Kemudian iapun duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi satu wadah kurma (sebanyak enam puluh mudd-pen) dan beliau berkata: “Shadaqahkan ini.” Orang itu bertanya: “Kepada yang lebih fakir dari kami? Sungguh di kota Madinah ini tiada yang lebih membutuhkan kurma ini dari kami.” Mendengar itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa hingga terlihat gigi taringnya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Pulanglah dan berikan ini kepada keluargamu.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam Kutubus Sittah selain An-Nasai (Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) dari jalan Az-Zuhri Muhamad bin Muslim dari Humaid bin Abdurrahman dari Abu Hurairah z.
Dari hadits di atas menggambarkan bagaimana besarnya kearifan dan kebijaksanaan Baginda Rasulullah saw dalam menyikapi kesalahan muridnya. Metode seperti itu urgen sekali untuk kita terapkan dalam proses pendidikan di zaman yang begitu kompleks saat ini. Saat ini banyak terjadi tawuran antar pelajar, pelajar pesta seks, pesta narkoba, miras dan kasus terkini yang terjadi adalah tragedi pemerkosaan yang di alami siswi SMP di salah satu sekolah di Depok, dimana siswi tersebut di tolak oleh pihak kepala yayasan untuk terus bersekolah di sekolahan tersebut dengan alasan pihak yayasan tidak ingin sekolahnya tercemar nama baiknya karena tragedi yang menimpa siswi tersebut. Siswi tersebut adalah korban pemerkosaan, namun musibah yang dialami siswi tersebut tidak berhenti di situ, ditambah musibah dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah, ini menyebabkan siswi tersebut mengalami tekanan moral yang bertubi-tubi. Seharusnya yang dilakukan sekolah adalah dengan mendekati dia dengan kasih sayang untuk menghilangkan traumanya dan mampu bangkit lagi semangatnya untuk menjalani kehidupan yang seperti biasanya. Dalam menyikapi kasus-kasus kenakalan para pelajar, guru tidak seharusnya menjustifikasikan kesalahan sepenuhnya pada siswa. Guru tidak hanya mengintrogasi siswa, namun yang tak kalah pentingnya adalah mengintrogasi dirinya sendiri. Kekurangan apa yang ada pada dirinya dalam mendidik para siswa sehingga siswa tidak menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran. Dengan langkah seperti itu tentu guru akan semakin meningkatkan kualitas dalam mendidik siswa agar benar-benar dapat membentuk siswa yang memiliki akhlak yang luhur. Dan selanjutnya adalah guru melakukan segala hal yang dapat memperbaiki siswa dari perbuatan-perbuatan yang tercela.
Memang benar, Rasulullah saw adalah manusia yang dilindungi Allah dari segala kesalahan dan dosa, tentu kita tidak akan mampu menjadi sama persis dengan beliau. Namun segala apa yang beliau sampaikan dan contohkan adalah sebagai petunjuk umat manusia dalam mengarungi kehidupan, jadi setidaknya kita berusaha mencontoh apa-apa yang telah dicontohkan oleh beliau walaupun tidak sesempurna beliau. Dan jika ada guru yang menerapkan metode-metode Rasulullah dalam mendidik, mengajar, membimbing, dan membina peserta didik, maka kita patut bilang “WOW” untuk guru tersebut.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Subhanallah
Artikelnya bagus....

^_^

Romi mengatakan...

MasWardono apa kabar? lama ritak berjumpa... sekarang dimana nih?
Plese tinggalkan jejak anda di:
http://romintel.web.id